Beranda | Artikel
Mengapa Disyariatkan Membaca Istighfar Setelah Ibadah? – Syaikh Abdullah al-Mayuf #NasehatUlama
Kamis, 6 Juni 2024

“Dan mintalah ampun kepada Allah, sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Muzzammil: 20)

Dalam firman Allah ini terdapat perintah untuk beristigfar. Permohonan ampun seorang hamba kepada Tuhannya–subhanahu wa bihamdihi–dari dosa-dosanya setelah melakukan ibadah-ibadah. Sebagaimana yang kalian ketahui, hal ini disyariatkan setelah salat, dan disyariatkan setelah tawaf ifadah setelah amalan-amalan haji yang terpenting selesai dilakukan, dan yang terpenting adalah hari Arafah, yang mana haji tidak terlewat kecuali jika hari ini terlewat. Juga setelah puasa Ramadan, “…hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu…” (QS. al-Baqarah: 185) Bagus! Dan juga pada waktu sahur. “…dan orang-orang yang memohon ampun di waktu sahur.” (QS. Ali Imran: 17)

Mengapa diperintahkan untuk beristigfar setelah ibadah, wahai saudara-saudara? Pertama-tama, karena setelah beribadah, sering kali manusia menjadi lalai. “Sudah, ibadah telah selesai!” Sehingga dia lalai dari mengingat Allah dan memohon ampun kepada-Nya. Alasan kedua, manusia diperintahkan beristigfar karena meskipun dia beramal (sebesar dan sebanyak apa pun), amalannya pasti tetap ada kekurangannya, dan dia juga pasti ada kelalaiannya. Dia pasti lalai untuk bersyukur atas kenikmatan Allah yang diberikan kepadanya, karena Allah telah memberinya karunia sehingga bisa mendirikan salat.

Saudara-saudara, berapa banyak orang yang tidak salat?! Berapa banyak pula orang yang dosa-dosanya menjadi penghalang –na’udzubillah–antara dirinya dan masjid?! Sedangkan Allah memberikan karunia kepadamu, sehingga dapat datang menuju salat! Jadi nikmat yang berikan kepadamu sungguh besar, sehingga sebanyak apa pun kamu beramal…Apa? Kamu tetap lalai dalam bersyukur. Maka mohonlah ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kelalaian.

====

وَاسْتَغْفِرُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

وَفِيهِ الأَمْرُ بِالِاسْتِغْفَارِ اسْتِغْفَارُ الْعَبْدِ لِرَبِّهِ سُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ وَمِنْ ذُنُوبِهِ عَقِبَ الْعِبَادَاتِ وَهَذَا كَمَا تَعْلَمُونَ مَشْرُوعٌ عَقِبَ الصَّلَاةِ وَمَشْرُوعٌ عَقِبَ الْإِفَاضَةِ أَيْضًا وَقَدْ انْتَهَتْ أَعْمَالُ الْحَجِّ الْكُبْرَى وَأَكْبَرُهَا يَوْمُ عَرَفَةَ الَّتِي لَا يَفُوتُ الْحَجُّ إِلَّا بِفَوَاتِهِ وَأَيْضًا فِي آخِرِ رَمَضَانَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَفِي السَّحَرِ أَحْسَنْتُمْ أَيْضًا وَالْمُسْتَغْفِرِيْنَ بِالأَسْحَارِ

فَلِمَاذَا يُؤْمَرُ يَا إِخْوَانِي بِالِاسْتِغْفَارِ عَقِبَ الْعِبَادَاتِ؟ أَوَّلًا لِأَنَّ الْإِنْسَانَ عَقِبَ الْعِبَادَةِ رُبَّمَا يَغْفَلُ خَلَاصٌ انْتَهَتِ الْعِبَادَةُ فَيَغْفَلُ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ اسْتِغْفَارِهِ وَالْأَمْرُ الثَّانِي وَإِنَّمَا يَسْتَغْفِرُ لِأَنَّهُ مَهْمَا عَمِلَ فَعَمَلَهُ لَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ قَاصِرًا وَلَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ هُوَ مُقَصِّرًا فَهُوَ مُقَصِّرٌ بِشُكْرِ نِعْمَةِ اللهِ عَلَيْهِ إِذْ مَنَّ اللهُ عَلَيْهِ فَصَلَّى

كَمْ مِنَ النَّاسِ يَا إِخْوَانِي لَا يُصَلِّي وَكَمْ مِنَ النَّاسِ تَحُوْلُ ذُنُوبُهُ عِيَاذًا بِاللهِ دُونَهُ وَدُونَ الْمَسْجِدِ وَأَنْتَ مَنَّ اللهُ عَلَيْكَ وَأَتَيْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَالنِّعْمَةُ عَلَيْكَ كَبِيرَةٌ فَمَهْمَا عَمِلْتَ فَأَنْتَ مَاذَا؟ فَأَنْتَ مُقَصِّرٌ فَاسْتَغْفِرِ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مِنَ التَّقْصِيرِ


Artikel asli: https://nasehat.net/mengapa-disyariatkan-membaca-istighfar-setelah-ibadah-syaikh-abdullah-al-mayuf-nasehatulama/